Tuesday, April 20, 2010

TEH BOTOL SOSRO DAN KAMPANYE HIJAU

picture courtesy of: mata pelangi


Well, recently I read SWA magazine. Di sana tertulis kalau teh botol Sosro telah menjadi warisan budaya dan mungkin bisnis serta gaya hidup orang Indonesia. Menurut SWA, tbSosro berhasil membawa gaya baru dalam minum teh. Dari sebelumnya teh seduh menjadi teh siap minum. Ya di seluruh dunia memang teh botol siap minum sepertinya memang ditemukan di Indonesia. Dan yang menjadi kebanggaan adalah penjualan teh botol Sosro di Indonesia sempat mengalahkan penjualan Coca Cola. Hebat bukan? Meski rekor ini sudah saya ketahui sejak lama, tapi saya diingatkan kembali. Dan rasanya nasionalisme ini timbul kembali membaca apa yang sudah dicapai oleh teh botol Sosro. Tak perlu upacara mengerek bendera tinggi-tinggi.



Saya sih baru terbuka mata soal bagaimana jalur distribusi dan sistem isi ulang dengan botol kaca yang digunakan oleh teh botol Sosro.



Ada begitu banyak minuman baik teh atau bukan yang didesain dengan menggunakan tetra pack, sehingga kita bisa membawa dan langsung meminum dan membuang kemasannya. Memang lebih praktis. Jauh lebih praktis malah. Tapi yang menjadi keprihatinan saya adalah rancangan dengan kemasan tetra pack itu rasanya sangat tidak berwawasan ulang. Bayangkan berapa banyak sampah yang dihasilkan setelah kita membuang kemasan dari minuman yang kita minum? Saya tidak bermaksud menyudutkan produsen tetra pack. Pada satu titik kita tetap membutuhkan kemasan tetra pack.



Saya sendiri tidak dapat menghitung perbandingan antara seberapa jauh polusi yang dihasilkan dengan sistem isi ulang dengan sistem sekali pakai buang. Karena untuk sistem isi ulang diperlukan jalur distribusi yang kuat. Itu berarti penggunaan kendaraan yang lebih banyak menghabiskan bahan bakar yang mana juga mengakibatkan emisi gas buang karbon yang tinggi.



Tetapi jika saya telaah, dari hadapan mata saja sudah terlihat mana yang lebih menghasilkan sampah. Bisa saja kemasan tetra pack didaur ulang menjadi produk lain. Tapi rasanya dengan penggunaan botol kaca yang dipakai berulang kali jauh lebih baik ketimbang mendaur ulang menjadi produk baru. Karena belum tentu produk baru tersebut bisa didaur ulang lagi. Sementara botol kaca yang jika pecah tentu masih bisa didaur ulang kembali menjadi botol juga.



Saat dimana orang mengumandangkan kampanye hijau, entah mengapa tidak dikampanyekan penggunaan botol kaca dan sistem isi ulang sebagai bagian dari promosi? Dulu label kosmetik seperti Body Shop pada awal kehadirannya di Indonesia sempat mengkampanyekan sistem isi ulang. Tapi entah bagaimana sekarang kelanjutannya. Mungkin penggunaan botol plastik dirasa tidak begitu memungkinkan. Atau isu perempuan dan KDRT dirasa penting untuk diangkat.



Aqua menggunakan sistem isi ulang untuk galon. Sayangnya penggunaan kemasan botol/gelas plastik masih jauh lebih tinggi. Memang hal ini disesuaikan dengan konsepnya untuk, fungsi, kepraktisan dan pangsa pasar.



Saat ini juga di warung/toko kelontong tradisional kita masih bisa membeli Coca Cola ukuran besar dalam kemasan botol kaca dengan sistem isi ulang. Tapi rasanya semakin lama, semakin ke tengah kota, yang dijual di minimarket modern maupun hiper/supermarket lebih banyak yang terbuat dari plastik. Memang sistem isi ulang jauh merepotkan dikarenakan harus menyediakan ruang untuk menyimpan botol2 kosong sebelum dibawa kembali ke pabrik.

Semestinya penggunaan sistem isi ulang ini bisa diterapkan pada barang-barang kebutuhan sehari-hari, hanya saja masih dirasa tidak praktis dan tidak ekonomis sehingga tidak menjadi satu keputusan bulat.



Tapi rasanya kampanye hijau tidak bisa dikerjakan oleh satu pihak saja. Produsen sudah berusaha untuk mengurangi sampah dengan menggunakan sistem isi ulang. Konsumen perlu disadarkan dengan kampanye terus menerus untuk gaya hidup yang lebih berwawasan lingkungan. Sementara pengecer sendiri perlu untuk melakukan usaha mendukung apa yang sudah dikerjakan oleh produsen dan konsumen selain mengurangi penggunaaan kantong belanja dari plastik.

No comments:

Post a Comment