Begitu banyak media cetak bertema arsitektur, interior, dekorasi terbit saat ini. Baik yang lokal maupun yang lisensi internasional. Kondisi ini benar-benar memanjakan para pemerhati dan pecinta keindahan arsitektur, interior, dekorasi dan taman.
Dahulu hanya ada dua majalah, (GRIYA) ASRI dan LARAS, yang mengangkat masalah interior, arsitektur, dan kawan-kawan. Meski majalah wanita seperti Femina pasti mengangkat masalah dekorasi dalam setiap edisinya. Sementara majalah pria seperti Matra juga mengangkat masalah arsitektur. Setelah krisis moneter, herannya perkembangan arsitektur dan interior justru meningkat. Gaya modern simple yang lebih dikenal minimalis menjadi booming. Nama Imelda Akmal mulai dikenal dengan buku-buku interior yang mengangkat masalah interior yang lebih ekonomis. Setidaknya sebelum krismon nampaknya arsitektur dan interior dipandang sebagai sesuatu yang sangat luhung, mahal dan eksklusif. Sementara dengan kondisi krisis moneter, Imelda Akmal dengan buku-bukunya muncul di saat yang benar-benar tepat. Tak heran jika buku-bukunya mengalami cetak ulang berkali-kali.
Fenomena ini diikuti dengan terbitnya media interior dan dekorasi berbentuk tabloid yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan format majalah. Tabloid Rumah dan Bintang Home muncul pada momen dengan segmentasi yang tepat di awal dekade 2000. Tabloid Rumah lebih banyak mengupas rumah kalangan menengah dengan arsitektur dan desain interior yang lebih merakyat. Sementara tabloid Bintang Home mengangkat rumah milik selebrita sebagai tajuk utamanya.
Dahulu hanya ada dua majalah, (GRIYA) ASRI dan LARAS, yang mengangkat masalah interior, arsitektur, dan kawan-kawan. Meski majalah wanita seperti Femina pasti mengangkat masalah dekorasi dalam setiap edisinya. Sementara majalah pria seperti Matra juga mengangkat masalah arsitektur. Setelah krisis moneter, herannya perkembangan arsitektur dan interior justru meningkat. Gaya modern simple yang lebih dikenal minimalis menjadi booming. Nama Imelda Akmal mulai dikenal dengan buku-buku interior yang mengangkat masalah interior yang lebih ekonomis. Setidaknya sebelum krismon nampaknya arsitektur dan interior dipandang sebagai sesuatu yang sangat luhung, mahal dan eksklusif. Sementara dengan kondisi krisis moneter, Imelda Akmal dengan buku-bukunya muncul di saat yang benar-benar tepat. Tak heran jika buku-bukunya mengalami cetak ulang berkali-kali.
Fenomena ini diikuti dengan terbitnya media interior dan dekorasi berbentuk tabloid yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan format majalah. Tabloid Rumah dan Bintang Home muncul pada momen dengan segmentasi yang tepat di awal dekade 2000. Tabloid Rumah lebih banyak mengupas rumah kalangan menengah dengan arsitektur dan desain interior yang lebih merakyat. Sementara tabloid Bintang Home mengangkat rumah milik selebrita sebagai tajuk utamanya.
Fenomena berlanjut dengar terbitnya majalah-majalah seperti Rumahku, IDEA, dan Tren. Sebagai counter-nya terbitlah majalah Skala+ yang mengangkat soal arsitektural dalam nuansa yang lebih eksklusif serta spesifik. Media yang memiliki spesifikasi khusus juga akhirnya terbit seperti Housing Estate, Indonesia Design, Apartemen, Audiovisual atau Property.
Pada akhir dekade 2000 Bazaar Living mulai diperkenalkan ke khalayak sebagai sisipan dari majalah Harper's Bazaar. Tetapi pada kelanjutannya penerbitnya lebih berkonsentrasi untuk Bravacasa, sebuah majalah dengan lisensi dari Italia serta Bazaar Wedding yang membahas segala sesuatu yang terkait dengan pesta pernikahan.
Lewat tangan dingin Dian M. Muljadi-lah, Bravacasa berhasil membawa interior dan dekorasi rumah ke tingkat inggil. Bravacasa seakan berhasil melangkah lebih maju dengan menetapkan standar yang lebih tinggi untuk media cetak interior dan dekorasi. Sejak saat itu muncullah media-media dengan konsep yang hampir serupa. Seperti Elle Decoration, Gatra Living dan High End Living. Hingga yang terakhir muncul adalah Martha Stewart Living.
Memang segala sesuatu selalu memiliki kontrasnya. Sederhana kontras dengan kemewahan. Semuanya akan mencapai titik keseimbangannya sendiri.
Meskipun media dengan segmentasi kelas menengah ke bawah, bukan berarti tak menampilkan karya-karya interior yang mewah. Seperti tabloid Bintang Home sempat memuat hunian bukan hanya dari selebrita lokal tapi juga Hollywood yang mengadaptasi artikel dari Architectural Digest. Sementara media dengan segmentasi kelas A-B, bukan berarti tak menyajikan gaya interior yang lebih personal. Seperti Elle Decoration yang menampilkan hunian milik perancang busana Matthew Williamson yang eksperimental.
Media dengan oplah terbesar seperti Kompas pun melakukan kontras dengan eksklusifitas dan memilih mengangkat hunian dengan sentuhan personal dari seniman terkemuka hingga orang kebanyakan yang memiliki hunian dengan nilai sentimentalnya sendiri. Meski kadang tak tampil semenarik dengan hunian mewah dalam media seperti Bravacasa atau Elle Decoration, hunian dalam rubrik, Aku dan Rumahku, di Kompas Minggu selalu memiliki kisah yang menarik untuk diikuti.
Memang menampilkan hunian dengan interior yang tertata sempurna dapat dipastikan akan tampil sungguh menarik. Hanya saja tanpa sentuhan personal seringkali sebuah hunian dalam tampilan dengan pencahayaan dan teknik fotografi yang terbaik dapat dipastikan terlihat begitu steril serta kehilangan jiwa dari penghuninya sekaligus terasa mengintimidasi. Tetapi hunian dengan sentuhan personal yang berlebihan juga terkadang terasa tak seimbang.
Jadi bagaimana menyeimbangkannya adalah sebuah tantangan tersendiri.
No comments:
Post a Comment